KabarDuri.net — Penangkapan oleh Militer Myanmar selama kudeta tidak hanya terbatas pada aktivis, politisi, atau pejabat pemerintahan. Militer Myanmar juga menangkap jurnalis. Dikutip dari Channel News Asia, mereka sudah menangkap 40 jurnalis per Jumat kemarin.
Dua di antaranya ditangkap pada Jumat kemarin. Mereka adalah urnalis Mizzima News bernama Than Htike Aung serta jurnalis BBC Burma bernama Aung Thura. Keduanya ditangkap oleh polisi berpakaian sipil di luar gedung Pengadilan Negeri Naypyidaw. Saat itu, keduanya tengah meliputi perisdangan politisi Partai Liga Nasional untuk Demokrasi, Win Htein.
“BBC sungguh-sungguh memperhatikan keselamatan staf kami di Myanmar dan kami berusaha sebaik mungkin untuk menemukan Aung Thura. Kami sudah mengontak otoritas setempat untuk mengetahui lokasi dan kondisinya,” ujar BBC Burma dalam keterangan persnya, Sabtu, 20 Maret 2021.
Penangkapan jurnalis ini adalah salah satu hasil dari upaya junta Militer Myanmar untuk menekan perlawanan. Sejak kudeta digelar pada 1 Februari lalu, yang diawali dengan penangkapan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, Militer Myanmar mendapat perlawanan keras dari warga. Di berbagai kota, warga melakukan unjuk rasa menuntut kudeta diakhiri, tahanan politik dibebaskan, dan hasil pemilu tahun lalu diakui.
Seperti diberitakan sebelumnya, kudeta Myanmar dipicu kekalahan partai afiliasi militer di pemilu tahun lalu. Mereka kalah dari Partai Liga Nasional Demokrasi yang dibentuk oleh Aung San Suu Kyi. Namun, Militer Myanmar tidak mengakui hal tersebut dan tanpa bukti menuding NLD curang. Karena menganggap NLD curang, Militer Myanmar menganggap pemerintah yang ada berhak dikudeta.
Militer Myanmar melakukan berbagai upaya untuk menekan perlawanan mulai dari memblokir internet, membunuh warga, hingga menangkapi siapapun yang menentangnya. Per berita ini ditulis, total ada 224 orang yang telah tewas dibunuh aparat Militer Myanmar.
Khusus di industri media, Militer Myanmar tidak hanya menangkap puluhan jurnalis, tetapi juga membredel media-media independen. Total ada lima media independen yang dicabut izin terbit dan siarnya. Walau begitu, mereka memberontak dan memilih untuk tetap beroperasi tanpa izin.
“Pemblokiran akses internet dan pembredelan media Myanmar tidak akan menyembunyikan kejahatan junta militer,” ujar para duta besar negara asing di Myanmar mulai dari dubes-dubes negara Eropa, Inggris, hingga Amerika.
Tetangga Myanmar di ASEAN lebih kalem dalam merespon situasi di Myanmar. Hal itu terhalang prinsip tanpa intervensi yang berada di piagam ASEAN. Walau begitu, Presiden Indonesia Joko Widodo sudah mengeluarkan kecaman atas apa yang terjadi Myanmar. Jokowi juga meminta pertemuan khusus krisis Myanmar segera digelar.
Sumber ” Tempo / Berbagai Sumber