Kabarduri.id , DURI – Beberapa waktu lalu, istri tercinta dari Isnaini, Ketua Rukun Warga (RW) 009, Kelurahan Air Jamban, Kecamatan Mandau dikabarkan wafat.
Kabar duka itu kian menyayat hati, pasalnya almarhumah wafat dalam status terpapar wabah pandemi Corinavirus (COVID-19). Hal yang lebih menggemparkan, kala itu almarhumah juga dikabarkan sedang mengandung dalam usia delapan bulan kandungan.
Tentu rasa kehilangan kian memuncak, rasa sedih tak mampu terbendung. Begitulah sekiranya wujud pilu perjalanan hidup Isnaini, sang ketua RW yang telah lama mengabdi di lingkungan itu.
Kesulitan tak henti seketika atas kepergian almarhumah dan jabang bayinya. Ia pun diketahui terpapar COVID-19 yang mewajibkannya menjalankan karantina mandiri di kediamannya.
Vakum sementara waktu di keramaian masyarakat, itulah cara yang ditempuh agar karantina mandirinya maksimal. Namun kala itu, ia tak mendapat perhatian sama sekali dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis.
“Istri saya positif, padahal sedang mengandung saat itu. Akhirnya, beliau pergi,” ungkapnya sesegukan.
“Dokter pun bilang saya positif, karena saya kontak erat. Saya diminta isolasi mandiri,” tambahnya.
Namun selama menjalani karantina, lanjutnya, ia tak sama sekali mendapat bantuan dari Pejabat (Pj) Bupati lewat Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bengkalis.
“Saya tak terima bantuan apapun dari Dinsos. Nihil,” seru sesalnya.
Parahnya, sterilisasi lingkungan dengan cairan disinfektan pun tak dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Kala itu, jajaran kelurahan dengan kebijakan swadaya lah yang terpantau terlaksana dalam melakukan sterilisasi wabah itu.
“Pak Lurah dan jajarannya mengambil kebijakan, makanya ada penyemprotan diainfektan. Kalau menunggu BPBD bergerak, percuma,” ucapnya.
Terang-terangan, Isnaini mengutarakan kekesalannya terhadap Pj. Bupati yang tak sama sekali mengambil tindakan sampai saat ini. Bahkan, jajaran DPRD Kabupaten Bengkalis yang telah menetapkan rasionalisasi anggaran menjadi Peraturan Daerah (Perda) pun bungkam.
Isnaini mengatakan, beberapa waktu lalu jajarannya (seluruh RT/RW) se-Kabupaten Bengkalis terimbas kebijakan rasionalisasi anggaran yang ditempuh oleh para petinggi di Negeri Junjungan.
Dampaknya, honor seorang ketua RW Rp750 per bulan yang seharusnya diterima, sejak Juli sampai dengan Desember 2020 mendatang terimbas rasionalisasi.
“Karena dirasionalkan, honor RT/RW sekarang disetarakan Rp500 ribu per bulan. Pemotongan Rp150 sampai dengan Rp250 ribu dari setiap RT/RW disebut bakal digunakan untuk membantu penanggulangan COVID-19. Tapi nyatanya?,” sindir dia.
Sampai saat ini, ia tak sama sekali menerima bantuan apapun dari Pemkab Bengkalis. Bahkan jajaran DPRD yang mengesahkan rasionalisasi itu kian bungkam. Tak ada aksi sama sekali dari jajaran dewan, yang mendesak Pemkab Bengkalis guna memberikan bantuan.
“Kan dewan (DPRD) yang mengesahkan. Tujuan rasionalisasi anggaran juga kan untuk membantu penanggulangan COVID-19. Lalu kenapa dewan yang terhormat tak mau mendesak pemerintah untuk membantu saya? Kenapa semuanya senyap?,” tanya Ismaini.
Hingga pagi ini, bantuan yang seharusnya diterima Isnaini dari Pemkab Bengkalis tak kunjung dirasakan. Pengesahan rasionalisasi anggaran yang ditujukan untuk penanggulangan COVID-19 oleh DPRD Bengkalis pun dianggapnya hanya bualan belaka.
“Tak ada, tak ada bantuan. Sampai saat ini Pak Camat Mandau dan Pak Lurah Air Jamban lan yang membantu saya secara swadaya. Bantuan dari Pemerintah? Mungkin hanya mimpi saja. Pak Dewan pun sepertinya tak ada niat untuk mengingatkan Pak Pj. Bupati agar rasionalisasi anggaran itu bisa dimaksimalkan, termasuk salah satunya untuk memberi bantuan pada setiap korban dari paparan COVID-19. Ya, menurut saya, Pemerintah kita ini sangat cuek. Jelas, saya sedih dan kecewa,” sesalnya mendalam.
“Saya RW 009, istri saya wafat karena COVID-19 dan saya pun terpapar. Sampai saat ini, bantuan yang seharusnya saya terima tak kunjung jelas adanya. Terima kasih untuk sikap diam pemerintah dan jajaran dewan,” pungkasnya.